UU Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN) Konsolidasi setelah UU Cipta Kerja
Susunan dalam Satu Naskah dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Penjelasan Umum
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari Pajak Pertambahan Nilai. Perkembangan ekonomi yang sangat dinamis baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional terus menciptakan jenis serta pola transaksi bisnis yang baru. Sebagai contoh, di bidang jasa, banyak timbul transaksi jasa baru atau modifikasi dari transaksi sebelumnya yang pengenaan Pajak Pertambahan Nilainya belum diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Dalam rangka menjawab perubahan yang sangat cepat tersebut, perlu dilakukan pembaruan dan penyempurnaan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Pembaruan (reformasi) sistem pajak konsumsi telah dilakukan pada tahun 1983 dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Langkah pembaruan dan penyempurnaan terus dilakukan secara konsisten pada tahun 1994 dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 dan terakhir tahun 2000 dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000. Perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai ini bertujuan sebagai berikut.
Perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai ini bertujuan sebagai berikut.
1.
Meningkatkan kepastian hukum dan keadilan bagi pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Perkembangan transaksi bisnis, terutama jasa, telah menciptakan jenis dan pola transaksi baru yang perlu ditegaskan lebih lanjut pengenaannya dalam UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai.
2.
Menyederhanakan sistem Pajak Pertambahan Nilai.
Penyederhanaan sistem Pajak Pertambahan Nilai dilakukan dengan mengubah atau menyempurnakan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang menyulitkan Wajib Pajak dalam rangka melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
3.
Mengurangi biaya kepatuhan.
Penyederhanaan sistem Pajak Pertambahan Nilai diharapkan pula dapat mengurangi biaya, baik biaya administrasi bagi Wajib Pajak dalam rangka melaksanakan hak dan kewajibannya maupun biaya pengawasan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam rangka mengawasi kepatuhan Wajib Pajak.
4.
Meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Tercapainya tujuan tersebut diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan sukarela Wajib Pajak. Tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak yang tercermin dengan naiknya rasio pajak (tax ratio).
5.
Tidak mengganggu penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.
Di samping tujuan di atas, fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara tetap menjadi pertimbangan.
6.
Mengurangi distorsi dan peningkatan kegiatan ekonomi.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan. ***)
Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. **)
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini. ***)
Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak. ***)
Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. ***)
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini. ***)
Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak. ***)
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. **)
Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean. **)
Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. ***)
Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud adalah setiap kegiatan mengeluarkan Barang Kena Pajak Berwujud dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean. ***)
Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar-menukar barang, tanpa mengubah bentuk atau sifatnya. **)
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. ***)
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. ***)
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini. ***)
Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk dan/atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru atau kegiatan mengolah sumber daya alam, termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan tersebut. ***)
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. ***)
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. **)
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. ***)
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut menurut Undang-Undang ini. ***)
Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga Barang Kena Pajak tersebut. **)
Penerima Jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar Penggantian atas Jasa Kena Pajak tersebut. **)
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. ***)
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak. ***)
Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak. ***)
Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. **)
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut. ***)
Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud adalah setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean di luar Daerah Pabean. ***)
Ekspor Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak ke luar Daerah Pabean. ***)
Cukup jelas.
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 1A
(1) Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:
a. penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
b. pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing);
c. penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
d. pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;
e. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
f. penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antarcabang;
g. dihapus; dan
h. penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak. ****)
(2) Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:
a. penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
b. penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang;
c. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang;
d. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha, serta pengalihan Barang Kena Pajak untuk tujuan setoran modal pengganti saham, dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak; dan
e. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c. ****)
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “perjanjian” meliputi jual beli, tukar-menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.
Huruf b
Penyerahan Barang Kena Pajak dapat terjadi karena perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing).
Yang dimaksud dengan “pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa guna usaha (leasing)” adalah penyerahan Barang Kena Pajak yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi.
Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi, Barang Kena Pajak dianggap diserahkan langsung dari Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier) kepada pihak yang membutuhkan barang (lessee).
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pedagang perantara” adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu, misalnya komisioner.
Yang dimaksud dengan “juru lelang” adalah juru lelang Pemerintah atau yang ditunjuk oleh Pemerintah.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “pemakaian sendiri” adalah pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri.
Yang dimaksud dengan “pemberian cuma-cuma” adalah pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, seperti pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
Huruf e
Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, disamakan dengan pemakaian sendiri sehingga dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak.
Dikecualikan dari ketentuan pada huruf e ini adalah penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1A ayat (2) huruf e.
Huruf f
Dalam hal suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, pemindahan Barang Kena Pajak antartempat tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak.
Yang dimaksud dengan “pusat” adalah tempat tinggal atau tempat kedudukan.
Yang dimaksud dengan “cabang” antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran, dan tempat kegiatan usaha sejenisnya.
Huruf g
Dihapus.
Huruf h
Contoh:
Dalam transaksi murabahah, bank syariah bertindak sebagai penyedia dana untuk membeli sebuah kendaraan bermotor dari Pengusaha Kena Pajak A atas pesanan nasabah bank syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan prinsip syariah, bank syariah harus membeli dahulu kendaraan bermotor tersebut dan kemudian menjualnya kepada Tuan B, berdasarkan Undang-Undang ini, penyerahan kendaraan bermotor tersebut dianggap dilakukan langsung oleh Pengusaha Kena Pajak A kepada Tuan B.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”makelar” adalah makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yaitu pedagang perantara yang diangkat oleh Presiden atau oleh pejabat yang oleh Presiden dinyatakan berwenang untuk itu. Mereka menyelenggarakan perusahaan mereka dengan melakukan pekerjaan dengan mendapat upah atau provisi tertentu, atas amanat dan atas nama orang-orang lain yang dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat kegiatan usaha, baik sebagai pusat maupun cabang perusahaan, dan Pengusaha Kena Pajak tersebut telah menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak, pemindahan Barang Kena Pajak dari satu tempat kegiatan usaha ke tempat kegiatan usaha lainnya (pusat ke cabang atau sebaliknya atau antarcabang) dianggap tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak, kecuali pemindahan Barang Kena Pajak antartempat pajak terutang.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “pemecahan usaha” adalah pemisahan usaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perseroan terbatas.
Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha, serta pengalihan Barang Kena Pajak untuk tujuan setoran modal pengganti saham, yang dilakukan oleh:
a. Pengusaha Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak lainnya, tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sehingga tidak ada Pajak Pertambahan Nilai yang terutang;
b. Pengusaha yang belum atau tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sehingga terdapat Pajak Pertambahan Nilai yang terutang namun tidak dipungut oleh pengusaha tersebut karena belum atau tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; atau
c.
Pengusaha Kena Pajak kepada pengusaha yang belum atau tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sehingga terdapat Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang harus dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak. Dalam hal Barang Kena Pajak yang dialihkan berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan maka Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas pengalihan Barang Kena Pajak tersebut dilakukan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan.
Huruf e
Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan karena tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan/atau aktiva berupa kendaraan bermotor sedan dan station wagon yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf c tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak.
Aturan Terkait
SE-04/PJ.51/2002
PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PEMAKAIAN SENDIRI DAN/ATAU PEMBERIAN CUMA-CUMA BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK
SE-09/PJ.51/2003
STATUS TEMPAT KEGIATAN YANG SEMATA-MATA MELAKUKAN PEMBELIAN ATAU PENGUMPULAN BAHAN BAKU
SE-129/PJ/2010
PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS TRANSAKSI SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI DAN TRANSAKSI PENJUALAN DAN PENYEWAGUNAUSAHAAN KEMBALI
1169/KMK.01/1991
KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING)
PERATURAN TPC
Peraturan TPC adalah sistim pencari dokumen dan pusat pengetahuan perpajakan yang berbasis web di Indonesia. Berpedoman bahwa ketersediaan dokumentasi perpajakan yang lengkap, andal, update, dan informatif merupakan langkah strategis literasi pajak masyarakat Indonesia.