A. Dasar Hukum
|
Sumber hukum yang mendasari panduan pajak ini adalah sebagai berikut. |
(i) |
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 (UU PPh); |
(ii) |
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 (UU KUP); |
(iii) |
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 (UU PPN); |
(iv) |
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (PP No. 23/2018); |
(v) |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PMK 147/2017); |
(vi) |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil PPN sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 197/PMK.03/2013 (PMK 68/2010 s.t.d.d PMK 197/2013); |
(vii) |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018 (PMK 243/2014 s.t.d.d PMK 9/2018); |
(viii) |
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 258/PMK.03/2008 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas Penghasilan Dari Penjualan Atau Pengalihan Saham Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 18 Ayat (3c) Undang-Undang Pajak Penghasilan Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri (PMK 258/2008); |
(ix) |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi (PMK 252/2008); |
(x) |
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi (PER-16/2016); |
(xi) |
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto (PER-17/2015); dan |
(xii) |
Kementerian Ketenagakerjaan & Badan Pusat Statistik. Klasifikasi Baku Jabatan Indonesia. 2014. |
|
|
B. Definisi dan Tugas
|
Industri hiburan umumnya dikerjakan oleh artis atau aktor. Adapun pekerjaan artis atau aktor tersebut memerankan peran dalam produksi film, televisi, atau radio, dan pertunjukkan panggung dalam rangka menghibur masyarakat. Menurut klasifikasi baku jabatan Indonesia (KBJI), terdapat beberapa tugas aktor atau artis yaitu: |
(i) |
mempelajari alur dan peran dan memainkan bagian dalam produksi drama di atas panggung, iklan, televisi, radio, dalam gambar bergerak; |
(ii) |
memerankan karakter yang dibuat oleh dramawan atau penulis dan mengkomunikasikannya ke penonton; |
(iii) |
bercerita atau membaca sastra dengan lantang untuk mendidik atau menghibur pendengar; |
(iv) |
menghadiri panggilan audisi dan casting audisi peran; |
(v) |
mempersiapkan pertunjukkan melalui latihan di bawah instruksi dan bimbingan sutradara produksi; |
(vi) |
membaca skrip dan melakukan penelitian untuk memahami bagian-bagian, tema, dan karakteristik; |
(vii) |
memerankan bagian dan menggambarkan peran seperti yang dikembangkan dalam latihan dalam produksi film, televisi, radio, dan panggung; |
Sebagai pekerja seni, artis yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai wajib pajak memiliki membayar dan melaporkan pajak. |
Di beberapa kasus, pekerjaan artis seringkali tidak memandang usia. Anak-anak ataupun remaja yang belum dewasa sudah bisa menjalani pekerjaan sebagai seorang artis. Bila merujuk pada Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) menyatakan bahwa penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun sumber penghasilannya dan apapun sifat pekerjaannya digabung dengan penghasilan orang tuanya dalam tahun pajak yang sama. Ketentuan ini juga mengatur bila orang tua dari sang anak berpisah, maka pengenaan pajaknya digabung dengan penghasilan ibu atau ayahnya sesuai kondisi sebenarnya. |
|
|
|
|
C. Objek Pajak Penghasilan
|
Berdasarkan ketentuan dalam UU PPh, disebutkan bahwa pajak penghasilan dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh subjek pajak dalam tahun pajak. Secara rinci, Pasal 4 UU PPh menyebutkan bahwa objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak tersebut selayaknya dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. |
Pada umumnya penghasilan dapat dibagi menjadi 4 berdasarkan jenis kegiatannya yaitu: |
(i) |
Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas; |
(ii) |
Penghasilan dari usaha dan kegiatan; |
(iii) |
Penghasilan dari modal, baik berupa harta bergerak maupun harta tidak bergerak. Misalnya bunga, dividen, royalty, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan |
(iv) |
Penghasilan lain-lain |
Profesi artis tersebut dapat dikategorikan sebagai profesi yang mendapatkan penghasilan dari pekerjaan bebas. Merujuk pada ketentuan dalam PP No. 23/2018, penghasilan dari pekerjaan bebas bukan merupakan objek PPh final. |
Akan tetapi, perlakuan berbeda diterapkan apabila Artis memiliki penghasilan sehubungan dengan kegiatan usaha, maka kegiatan usaha tersebut dapat menggunakan skema PPh Final. Berikut ini merupakan uraian penggolongan objek pajak yang umumnya dimiliki oleh Artis: |
C.1
|
Penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas
|
|
Ketentuan dalam PP No. 23/2018 mengatur beberapa hal yaitu: |
|
(i) |
Pasal 2 ayat (3) huruf a: |
|
|
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas tidak termasuk dalam kategori penghasilan dari usaha yang dikenakan PPh Final; |
|
(ii) |
Pasal 2 ayat (4) huruf b: |
|
|
Beberapa jasa yang dikategorikan sebagai pekerjaan bebas antara lain: |
|
|
a. |
Pemain musik; |
|
|
b. |
Pembawa acara; |
|
|
c. |
Penyanyi; |
|
|
d. |
Pelawak; |
|
|
e. |
Bintang film; |
|
|
f. |
Bintang sinetron; |
|
|
g. |
Bintang iklan; |
|
|
h. |
Sutradara; |
|
|
i. |
Kru film; |
|
|
j. |
Foto model; |
|
|
k. |
Peragawan atau peragawati; |
|
|
l. |
Pemain drama; dan |
|
|
m. |
Penari. |
|
Berdasarkan ketentuan di atas, maka penghasilan yang diterima oleh diperoleh artis dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas bukan merupakan objek PPh Final dalam PP No. 23/2018. Dengan demikian, perhitungan pajaknya akan menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh. |
C.2
|
Penghasilan sehubungan dengan kegiatan usaha
|
|
Dalam hal artis yang juga memproduksi dan menjual barang-barang seni seperti misalkan pemahat, pematung, dan pelukis yang memperoleh penghasilan atas penjualan barang seni tersebut, dapat dikenakan PPh final sebagaimana diatur dalam PP No. 23/2018. |
|
Berdasarkan PP No. 23/2018, penghasilan dari kegiatan usaha tersebut dapat dikenakan PPh Final sesuai PP No. 23/2018 atau menggunakan perhitungan tarif Pasal 17 UU PPh tergantung pada jumlah peredaran bruto dalam satu tahun pajak. Hal tersebut juga berlaku untuk kegiatan usaha lainnya selain barang seni yang dimiliki oleh artis tersebut. |
|
Misalnya, sang artis mempunyai usaha karaoke, salon, ataupun jual beli makanan maka kegiatan usaha tersebut dapat dikenakan PPh Final sesuai dengan PP 23/2018. PPh final tersebut dikenakan atas omzet dari kegiatan usaha berupa karaoke, salon, ataupun jual beli makanan yang tidak lebih dari 4,8 miliar. |
C.3
|
Penghasilan sehubungan pekerjaan, jasa, dan/atau kegiatan dari pemberi kerja/pihak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak
|
|
Dalam hal artis memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan/atau kegiatan dari pemberi kerja yang termasuk dalam kategori objek pemotongan PPh Pasal 21, maka sesuai dengan penjelasan Pasal 21 ayat (1) huruf a UU PPh, penghasilan tersebut dapat dikategorikan sebagai honorarium dari pemberi kerja. |
C.4
|
Penghasilan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 23 UU PPh
|
|
Adapun penghasilan yang dimaksud dalam Pasal 23 UU PPh adalah penghasilan dalam bentuk dan nama apapun yang dibayar, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong oleh pihak yang wajib membayarkan. |
|
Selanjutnya, dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPh disebutkan bahwa royalti merupakan salah satu objek pajak penghasilan. Dijelaskan pula bahwa royalti yang dimaksud adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak sebagai imbalan atas penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang: |
|
(i) |
kesusastraan; |
|
(ii) |
kesenian atau karya ilmiah; |
|
(iii) |
paten; |
|
(iv) |
desain atau model; |
|
(v) |
rencana; |
|
(vi) |
formula atau proses rahasia; |
|
(vii) |
merek dagang; atau |
|
(viii) |
bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya. |
|
Dalam hal ini, apabila artis mendapatkan royalti atas transaksi dengan pihak sebagaimana disebutkan di atas, maka artis akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dan tidak bersifat final. |
|
|
|
|
D. Hak Artis Sebagai Wajib Pajak
|
Hak artis dalam ruang lingkup pajak kurang lebih sama dengan profesi lainnya. Adapun hak dan kewajiban tersebut telah dijamin secara hukum dan sesuai ketentuan undang-undang perpajakan. Berdasarkan undang-undang perpajakan, terdapat beberapa hak artis dalam lingkup pajak: |
(i) |
Artis selaku wajib pajak diperbolehkan untuk melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) sepanjang belum dilakukan verifikasi dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak, pemeriksaan, atau pemeriksaan bukti permulaan; |
(ii) |
Artis selaku wajib pajak diperbolehkan untuk mengajukan keberatan pada Direktur Jenderal Pajak atas surat ketetapan pajak atau pemotongan atau pemungutan pajak paling lama 3 bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau tanggal pemotongan atau pemungutan pajak; |
(iii) |
Artis selaku wajib pajak dengan kriteria tertentu ataupun persyaratan tertentu yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Direktur Jenderal Pajak, diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama: |
|
a. |
3 bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk pajak penghasilan; dan |
|
b. |
1 bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk pajak pertambahan nilai; |
(iv) |
Artis memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan dan perlakuan secara adil di bidang perpajakan; |
(v) |
Artis selaku wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dapat memilih untuk dikenai PPh berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU PPh. |
|
|
|
|
E. Kewajiban Pajak Artis
|
Dalam ruang lingkup pajak, artis selaku wajib pajak memiliki beberapa kewajiban yang perlu dipatuhi sebagaimana diatur dalam perundang-undangan perpajakan. Adapun kewajiban artis selaku wajib pajak berlaku secara umum untuk seluruh profesi lainnya. Dengan demikian kewajiban profesi artis ini berkaitan dengan kewajiban mendaftar sebagai wajib pajak, menghitung, menyetor, dan melapor pajak. Berikut ini rincian kewajiban pajak untuk profesi artis: |
(i) |
Artis yang telah memenuhi persyaratan objektif dan subjektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan artis yang bersangkutan. Dan kepadanya diberikan nomor pokok wajib pajak (NPWP); |
(ii) |
Artis selaku pengusaha yang dikenai pajak pertambahan nilai sesuai dengan UU PPN, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak (PKP); |
(iii) |
Artis selaku wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau peekrjaan bebas wajib menyelenggarakan pembukuan. Bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN). Selain itu, bagi wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tidak wajib menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan; |
(iv) |
Artis selaku wajib pajak memiliki kewajiban untuk mengisi surat pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap, dan jelas. Adapun SPT tersebut diisi menggunakan Bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan SPT ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat wajib pajak terdaftar atau dikukuhkan. Selain itu, wajib pajak juga dapat menyampaikan SPT di tempat lain yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
|
|
|
|
F. Dasar Pengenaan Pajak
|
F.1
|
Penghasilan artis dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas
|
|
Penghasilan artis yang didapatkan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, maka dihitung dengan cara selisih penghasilan neto fiskal dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dikalikan dengan tarif PPh Pasal 17. Adapun cara perhitungannya adalah sebagai berikut: |
|
 |
|
Dalam hal ini, untuk memperoleh penghasilan neto fiskal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: |
|
(i) |
Artis yang menyelenggarakan pembukuan: |
|
|
 |
|
(ii) |
Artis yang melakukan pencatatan: |
|
|
 |
F.2
|
Penghasilan artis sehubungan dengan kegiatan usaha
|
|
(i) |
Artis yang dikenakan PPh Final sebagaimana diatur dalam PP No. 23/2018: |
|
|
 |
|
(ii) |
Artis yang dikenakan PPh Pasal 17 UU PPh: |
|
|
 |
|
|
Dalam hal ini, untuk memperoleh penghasilan neto fiscal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: |
|
|
a. |
Artis yang menyelenggarakan pembukuan: |
|
|
|
 |
|
|
b. |
Artis yang melakukan pencatatan: |
|
|
|
 |
F.3
|
Penghasilan artis sehubungan pekerjaan, jasa, dan/atau kegiatan dari pemberi kerja/pihak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak
|
|
Dalam hal artis merupakan wajib pajak yang dikenakan PPh sesuai tarif Pasal 17 UU PPh: |
|
(i) |
Imbalan yang bersifat tidak berkesinambungan: |
|
|
 |
|
(ii) |
Imbalan yang bersifat berkesinambungan: |
|
|
Penghasilan ini merupakan imbalan sehubungan dengan pekerjaan jasa, atau kegiatan yang dibayarkan atau terutang kepada bukan pegawai yang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender. Adapun imbalan jenis ini cara perhitungannya dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: |
|
|
a. |
Bila artis hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya: |
|
|
|
 |
|
|
b. |
Bila artis memperoleh penghasilan lainnya selain dari hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta memperoleh penghasilan lainnya: |
|
|
|
 |
F.4
|
Penghasilan artis berupa royalti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 UU PPh
|
|
Dalam hal artis mendapatkan penghasilan berupa royalti sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU PPh, maka penghasilan tersebut akan dikenakan pajak dengan tarif berikut: |
|
 |
|
|
|
|
G. Ilustrasi Kasus
|
Zidan adalah Orang Pribadi yang berdomisili di Jakarta dengan status K/I/0 berprofesi sebagai pelukis dengan peredaran usaha pada tahun sebelumnya adalah Rp1.000.000.000,- dan memilih menggunakan pencatatan. |
Pada tahun 2019, Zidan beserta keluarga: |
(i) |
Omzet hasil penjualan lukisannya adalah senilai Rp600.000.000,-. Berikut ini adalah rincian penghasilannya dari penjualan lukisan: |
|
 |
(ii) |
Istri dari Zidan bernama Mira juga memperoleh penghasilan dari profesinya sebagai artis film layar lebar televisi senilai Rp300.000.000,-. Dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, istri Zidan memilih untuk digabungkan dengan penghasilan Zidan sebagai satu kesatuan ekonomis. Berikut ini adalah rincian penghasilan yang diperoleh oleh Mira adalah sebagai berikut: |
|
 |
Atas penghasilan yang diperoleh oleh keluarga Zidan tersebut, bagaimana perlakuan perpajakannya dan PPh yang terutang? |
(i) |
Sebagaimana dijelaskan pada PP No. 23/2018, Zidan dapat memilih menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto atau PPh Final senilai 0,5%. |
|
Dengan Zidan memilih menggunakan PPh Final sesuai PP No. 23/2018, maka PPh Final terutang atas penjualan lukisan: |
|
 |
|
Sehingga, PPh Final yang harus dibayarkan oleh Zidan adalah Rp3.000.000,- |
(ii) |
Atas penghasilan Mira sebagai pemain film layar lebar, yang didefinisikan sebagai jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, maka penghasilan neto dihitung berdasarkan NPPN dengan klasifikasi lapangan usaha (KLU) 90002 sebagaimana diatur dalam PER-17/PJ/2015. Adapun tarif NPPN yang berlaku untuk daerah Jakarta adalah 50%, dengan demikian perhitungannya adalah sebagai berikut: |
|
50% x 300.000.000,- = Rp150.000.000,- |
Selain itu, penghasilan dari Mira juga merupakan objek pemotongan PPh Pasal 21 dari para pemberi kerja sebagai Bukan pegawai sesuai dengan PER-16/PJ/2016 dengan perhitungan PPh Pasal 21 sebagai berikut: |
 |
Sehingga PPh Pasal 21 yang dipotong adalah Rp7.500.000,-. Atas pemotongan PPh Pasal 21 tersebut Mira berhak mengkreditkan pajak dalam perhitungan PPh yang masih harus dibayar dalam pelaporan SPT Tahunan PPh yang milik Zidan. |
Dengan demikian, jumlah PPh Terutang yang harus dibayar Zidan untuk Tahun Pajak 2019 adalah: |
 |